2021-02-04 21:48:26

Jakarta – Jumat (29/01/2021) Pengurus Pusat Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) telah melaksanakan audiensi virtual dengan Fraksi PKS DPR RI dan sejumlah Anggota Komisi VII DPR RI, antara lain Ledia Hanifa (selaku Sekretaris Fraksi), Rofik Hananto dan Mulyanto bersamaan dengan agenda rutin Hari Aspirasi Fraksi PKS setiap hari Selasa dan Jum’at.

Dalam audiensi virtual dengan Fraksi PKS DPR RI dan sejumlah Anggota Komisi VII DPR RI, Himpenindo menyampaikan bahwa, sebagai Negara maju, Indonesia memerlukan dukungan dalam hal Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta Inovasi, dengan menyediakan ekosistem riset dan ekosistem inovasi. Himpenindo bersama Sinergi Consulting telah mengkaji tentang rencana integrasi litbangjirap ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yaitu dari aspek kelembagaan, sumber daya manusia (SDM), dan keluaran. Hasil kajian merekomendasikan agar integrasi unit kerja lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) dan sistem penganggaran ke dalam BRIN dilakukan dengan pendekatan hybrid, yaitu penggabungan antara struktur dan fungsi yang lebih efektif dan efisien.

“Pemerintah harus menyediakan ekosistem riset & inovasi dengan lebih baik, dengan prasyarat antara lain: kelembagaan, SDM, sarpras, renstra & penganggaran; serta stakeholders needs. Dengan demikian, prosesnya harus dilakukan secara bertahap dengan mendengarkan masukan seluruh stskeholder, terutama Himpenindo sebagai organisasi profesi peneliti,” kata Ketua Umum Himpenindo Ir Syahrir Ika, M.M dalam sambutan di awal pertemuan.

Seiring dengan hal tersebut, Himpenindo meminta agar BRIN secara kelembagaan perlu segera mendapatkan kepastian hukum melalui Pepres, agar Kementerian Ristek/BRIN dapat memerankan tusinya dengan sebaik-baiknya. Hal ini mengingat bahwa sudah ada Kementerian/Lembaga (K/L) yang mentransformasikan unit kerja litbangji menjadi unit kerja lain yang mendukung pengambilan kebijakan publik oleh Menteri/Kepala Lembaga, meminta jabatan fungsional (JF) peneliti utk memilih pindah jabatan fungsional lain kalau ingin tetap di K/L, atau menunggu BRIN terbentuk dan pindah ke badan baru tersebut. Hal ini berpotensi merugikan peneliti, sebagai salah satu SDM Iptek, yang dalam proses pembentukan kompetensinya perlu waktu yang sangat panjang dan dengan sumber daya yang sangat besar.

Himpenindo juga mendesak terbentuknya kelembagaan BRIN nantinya dapat berfokus pada lingkup pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan inovasi yang dilengkapi dengan perencanaan, koordinator dan administrator, pengalokasian sumber daya, pemantauan dan pengendalian, serta inovasi kebijakan pemajuan iptek.

Menanggapi aspirasi tersebut, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Ledia Hanifa menyatakan bahwa secara umum sepakat dengan Litbangjirap di K/L dan menginginkan eksistensi Kelembagaan Litbangjirap di K/L tetap ada meski Kelembegaan BRIN sudah memiliki kepastian hukum melaui Perpres, karena ada beberapa lembaga negara seperti DPR yang memiliki pola penelitian yang menghasilkan kebijakan publik. Sementara itu, hasil yg dibutuhkan cepat, siap pakai dan mencakup berbagai kepentingan. Peneliti di DPR akan sangat sulit jika dituntut untuk melakukan penelitian yang bersifat longitudinal/multiyears karena akan sangat dipengaruhi kondisi sosial politik kontemporer. Karakter masing-masing lembaga yang berbeda memerlukan penanganan yang baik dan sistematis. Hal ini beliau sampaikan agar juga dapat dipahami sebagai bentuk dukungan bagi peneliti di K/L yang eksistensi kelembagaannya banyak yang terganggu karena kekurangpahaman pimpinan instansi dan juga tidak selaras dengan arahan Menristek/BRIN

Dalam audiensi tersebut, Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah VII dari Fraksi PKS, Rofik Hananto menyambut baik dan mengungkapkan kondisi dunia riset nasional yang terjadi.

Rofik Hananto mengatakan bahwa; “Aspirasi seperti ini memang sangat dibutuhkan bagi kemajuan dan keberlangsungan BRIN yang dari awal memang digagas menjadi ide yang sangat menarik, karena memang dunia riset di Indonesia jauh tertinggal dari belahan dunia yang lainnya, tetapi kita punya kekayaan alam yang begitu banyak, yang memang mungkin pengelolaan dan pemanfaatannya belum terkonsolidasikan dengan baik. Saya sangat sepakat dengan masukan bapak-bapak ibu-ibu semuanya.”

Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPR RI Dapil Banten III dari Fraksi PKS, Dr. Mulyanto, M.Eng juga menyatakan dukungan dan mengaku terkejut mendengar penjelasan dari Himpenindo.

Mulyanto mendesak pemerintah untuk memperhatikan nasib para peneliti, menyangkut dengan penataan kelembagaan BRIN. Pasalnya, hingga saat ini Perpres BRIN belum diterbitkan, namun unit organisasi penelitian di beberapa K/L telah ada yang dihapuskan, termasuk wacara penghapusan di Badan Keahlian DPR RI. Menurut Mulyanto hal itu tentu membuat resah para peneliti, sebab terkait dengan masa depan karier mereka. Mulyanto menambahkan, pemerintah harus lebih berhati-hati membuat aturan lembaga terkait peneliti ini. Sebab sebelumnya ada preseden buruk bagi para peneliti, melalui UU ASN  dan peraturan turunnya terkait dengan klausul batas usia pensiun.

Mantan Deputi Menteri Bidang Kelembagaan IPTEK itu juga menyebutkan bahwa Perpres BRIN sendiri hampir dua tahun ini digodok dan belum juga terbit. Akibatnya kelembagaan, SDM, anggaran dan program Kementerian Ristek/BRIN  berjalan secara tersendat-sendat. "Tanpa legalitas kelembagaan, maka secara birokratis unsur-unsur organisasi menjadi bersifat sementara. Hal lain yang juga meresahkan pegawai di lingkungan Kementerian Ristek/BRIN," sebutnya.

Sementara itu menurut data LIPI tahun 2018, jumlah pejabat fungsional peneliti adalah sebanyak 9.661 orang. Dari jumlah tersebut, peneliti terbanyak bekerja di Badan Litbang Kementerian Pertanian sejumlah 1.850 orang atau sebesar 19 persen, disusul LIPI sejumlah 1.715 orang atau sebesar 18 persen. Bila dilihat trennya, terdadap kenaikan kuantitas sejak 2010 dengan jumlah peneliti di Indonesia mencapai 7.502 orang, pada 2012 berjumlah 8.075 orang, dan 9.128 orang pada 2014.

Namun demikian bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN misalnya, jumlah peneliti Indonesia menurut Mulyanto masih terbilang sedikit. Rasio jumlah peneliti dengan jumlah penduduk di Singapura adalah lebih dari 7.000 peneliti per satu juta penduduk, sedangkan di Malaysia sebanyak 2.590 peneliti per satu juta penduduk. Sementara di Indonesia, rasionya hanya sebesar 1.071 peneliti per satu juta penduduk. Angka rasio ini pun sudah termasuk dosen di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta..

“Jadi saya melihat, termasuk pak Menteri juga kebingungan ya dengan hal ini, karena pak menteri merasa awalnya punya otoritas untuk itu, pak menteri dengan Menpan (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara –red) merumuskan, merasa punya otoritas, memang secara legal formal punya otoritas, tapi prakteknya ketika kasus ini terjadi baru sadarlah ini soal politis, di luar otoritas pak menteri. Jadi sekarang saatnya Himpenindo dan teman-teman yang lain ini bersuara nyaring di media,” tutup Mulyanto.

 

Kontak:

Kepala SekretariatHimpenindo                               :    Elly Eliah (0878-8109-3873)

Divisi Komunikasi dan Informatika Himpenindo      :    Ahmad Budi Setiawan (0812-9384-645)