Jakarta – Jumat (29/01/2021)
Pengurus Pusat Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) telah melaksanakan
audiensi virtual dengan Fraksi PKS DPR RI dan sejumlah Anggota Komisi VII DPR
RI, antara lain Ledia Hanifa (selaku Sekretaris Fraksi), Rofik Hananto dan
Mulyanto bersamaan dengan agenda rutin Hari Aspirasi Fraksi PKS setiap hari
Selasa dan Jum’at.
Dalam audiensi virtual dengan Fraksi
PKS DPR RI dan sejumlah Anggota Komisi VII DPR RI, Himpenindo menyampaikan
bahwa, sebagai Negara maju, Indonesia memerlukan dukungan dalam hal
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta Inovasi, dengan
menyediakan ekosistem riset dan ekosistem inovasi. Himpenindo bersama Sinergi Consulting
telah mengkaji tentang rencana integrasi litbangjirap ke dalam Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN), yaitu dari aspek kelembagaan, sumber daya manusia
(SDM), dan keluaran. Hasil kajian merekomendasikan agar integrasi unit kerja
lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) dan
sistem penganggaran ke dalam BRIN dilakukan dengan pendekatan hybrid, yaitu
penggabungan antara struktur dan fungsi yang lebih efektif dan efisien.
“Pemerintah harus menyediakan
ekosistem riset & inovasi dengan lebih baik, dengan prasyarat antara lain:
kelembagaan, SDM, sarpras, renstra & penganggaran; serta stakeholders
needs. Dengan demikian, prosesnya harus dilakukan secara bertahap dengan
mendengarkan masukan seluruh stskeholder, terutama Himpenindo sebagai
organisasi profesi peneliti,” kata Ketua Umum Himpenindo Ir Syahrir Ika, M.M
dalam sambutan di awal pertemuan.
Seiring dengan hal tersebut,
Himpenindo meminta agar BRIN secara kelembagaan perlu segera mendapatkan
kepastian hukum melalui Pepres, agar Kementerian Ristek/BRIN dapat memerankan
tusinya dengan sebaik-baiknya. Hal ini mengingat bahwa sudah ada Kementerian/Lembaga
(K/L) yang mentransformasikan unit kerja litbangji menjadi unit kerja lain yang
mendukung pengambilan kebijakan publik oleh Menteri/Kepala Lembaga, meminta
jabatan fungsional (JF) peneliti utk memilih pindah jabatan fungsional lain
kalau ingin tetap di K/L, atau menunggu BRIN terbentuk dan pindah ke badan baru
tersebut. Hal ini berpotensi merugikan peneliti, sebagai salah satu SDM Iptek,
yang dalam proses pembentukan kompetensinya perlu waktu yang sangat panjang dan
dengan sumber daya yang sangat besar.
Himpenindo juga mendesak
terbentuknya kelembagaan BRIN nantinya dapat berfokus pada lingkup pemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan inovasi yang dilengkapi dengan
perencanaan, koordinator dan administrator, pengalokasian sumber daya,
pemantauan dan pengendalian, serta inovasi kebijakan pemajuan iptek.
Menanggapi aspirasi tersebut, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Ledia Hanifa
menyatakan bahwa secara umum sepakat dengan Litbangjirap di K/L dan
menginginkan eksistensi Kelembagaan Litbangjirap di K/L tetap ada meski
Kelembegaan BRIN sudah memiliki kepastian hukum melaui Perpres, karena ada
beberapa lembaga negara seperti DPR yang memiliki pola penelitian yang
menghasilkan kebijakan publik. Sementara itu, hasil yg dibutuhkan cepat, siap
pakai dan mencakup berbagai kepentingan. Peneliti di DPR akan sangat sulit jika
dituntut untuk melakukan penelitian yang bersifat longitudinal/multiyears
karena akan sangat dipengaruhi kondisi sosial politik kontemporer. Karakter
masing-masing lembaga yang berbeda memerlukan penanganan yang baik dan
sistematis. Hal ini beliau sampaikan agar juga dapat dipahami sebagai bentuk dukungan
bagi peneliti di K/L yang eksistensi kelembagaannya banyak yang terganggu
karena kekurangpahaman pimpinan instansi dan juga tidak selaras dengan arahan
Menristek/BRIN
Dalam audiensi tersebut, Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah VII dari Fraksi PKS, Rofik
Hananto menyambut baik dan mengungkapkan kondisi dunia riset nasional yang
terjadi.
Rofik Hananto mengatakan bahwa;
“Aspirasi seperti ini memang sangat dibutuhkan bagi kemajuan dan
keberlangsungan BRIN yang dari awal memang digagas menjadi ide yang sangat
menarik, karena memang dunia riset di Indonesia jauh tertinggal dari belahan
dunia yang lainnya, tetapi kita punya kekayaan alam yang begitu banyak, yang
memang mungkin pengelolaan dan pemanfaatannya belum terkonsolidasikan dengan
baik. Saya sangat sepakat dengan masukan bapak-bapak ibu-ibu semuanya.”
Dalam kesempatan yang sama, Anggota
DPR RI Dapil Banten III dari Fraksi PKS, Dr. Mulyanto, M.Eng juga menyatakan
dukungan dan mengaku terkejut mendengar penjelasan dari Himpenindo.
Mulyanto mendesak pemerintah untuk
memperhatikan nasib para peneliti, menyangkut dengan penataan kelembagaan BRIN.
Pasalnya, hingga saat ini Perpres BRIN belum diterbitkan, namun unit organisasi
penelitian di beberapa K/L telah ada yang dihapuskan, termasuk wacara
penghapusan di Badan Keahlian DPR RI. Menurut Mulyanto hal itu tentu membuat
resah para peneliti, sebab terkait dengan masa depan karier mereka. Mulyanto
menambahkan, pemerintah harus lebih berhati-hati membuat aturan lembaga terkait
peneliti ini. Sebab sebelumnya ada preseden buruk bagi para peneliti, melalui
UU ASN dan peraturan turunnya terkait
dengan klausul batas usia pensiun.
Mantan Deputi Menteri Bidang
Kelembagaan IPTEK itu juga menyebutkan bahwa Perpres BRIN sendiri hampir dua
tahun ini digodok dan belum juga terbit. Akibatnya kelembagaan, SDM, anggaran
dan program Kementerian Ristek/BRIN berjalan secara tersendat-sendat. "Tanpa
legalitas kelembagaan, maka secara birokratis unsur-unsur organisasi menjadi
bersifat sementara. Hal lain yang juga meresahkan pegawai di lingkungan Kementerian
Ristek/BRIN," sebutnya.
Sementara itu menurut data LIPI
tahun 2018, jumlah pejabat fungsional peneliti adalah sebanyak 9.661 orang.
Dari jumlah tersebut, peneliti terbanyak bekerja di Badan Litbang Kementerian
Pertanian sejumlah 1.850 orang atau sebesar 19 persen, disusul LIPI sejumlah
1.715 orang atau sebesar 18 persen. Bila dilihat trennya, terdadap kenaikan
kuantitas sejak 2010 dengan jumlah peneliti di Indonesia mencapai 7.502 orang,
pada 2012 berjumlah 8.075 orang, dan 9.128 orang pada 2014.
Namun demikian bila dibandingkan
dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN misalnya, jumlah peneliti Indonesia
menurut Mulyanto masih terbilang sedikit. Rasio jumlah peneliti dengan jumlah
penduduk di Singapura adalah lebih dari 7.000 peneliti per satu juta penduduk,
sedangkan di Malaysia sebanyak 2.590 peneliti per satu juta penduduk. Sementara
di Indonesia, rasionya hanya sebesar 1.071 peneliti per satu juta penduduk.
Angka rasio ini pun sudah termasuk dosen di perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta..
“Jadi saya melihat, termasuk pak
Menteri juga kebingungan ya dengan hal ini, karena pak menteri merasa awalnya
punya otoritas untuk itu, pak menteri dengan Menpan (Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara –red) merumuskan, merasa punya otoritas, memang secara legal
formal punya otoritas, tapi prakteknya ketika kasus ini terjadi baru sadarlah
ini soal politis, di luar otoritas pak menteri. Jadi sekarang saatnya
Himpenindo dan teman-teman yang lain ini bersuara nyaring di media,” tutup
Mulyanto.
Kontak:
Kepala SekretariatHimpenindo : Elly Eliah (0878-8109-3873)
Divisi Komunikasi dan Informatika Himpenindo : Ahmad Budi Setiawan (0812-9384-645)