Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) membuka ruang diskusi bersama tiga bakal calon presiden (capres). Ketiga bakal capres ialah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto. Dikemas dalam acara bertajuk President Candidate's Lecture, diskusi bersama para bacapres ini memberi penekanan ada pembahasan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi (Iptekin).
President Candidate's Lecture digelar PPI bersama Warta Kota (Tribunnews group) di Studio 1 Menara Kompas, Palmerah, Jakarta Pusat, Selasa (17/10). Pada acara ini masing-masing kandidat bertukar pikiran dengan tiga panelis, termasuk Profesor Siti Zuhro selaku Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus anggota Majelis Dewan Pakar PPI.
Profesor Siti Zuhro menjadi panelis utama dan mengajukan sejumlah pertanyaan berkaitan ekonomi dan demokrasi di Indonesia Siti Zuhro juga akan membedah pemikiran para bacapres terkait strategi Iptekin yang akan mereka tawarkan untuk menjadikan Indonesia semakin unggul, terutama dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
"Kami sudah membuat tema atau topik yang tertentu ya masalah ilmu pengetahuan teknologi dan inovasi, maka kami akan fokusk ke tema itu," kata Prof Siti Zuhro.
"Kami akan menggali apa kebermanfaatan Iptekin terhadap ketahanan ekonomi dan demokrasi secara makro," imbuh dia.
Profesor Siti Zuhro menyatakan lembaga penelitian atau institusi riset dan inovasi memiliki peran strategis dalam membuat landasan kebijakan yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara ke depannya. Menurutnya, kebijakan negara tidak bisa dihasilkan secara instan. Perlu ada strategi yang harus ditempuh terlebih dahulu. Oleh karena itu, PPI berinisiatif menggelar President Candidate's Lecture dan menggandeng Warta Kota untuk membuka ruang diskusi bersama para bacapres tentang visi misi para bakal capres dan keberpihakan pada isu Iptekin.
Profesor Siti Zuhro juga mengatakan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, menjadikan Iptekin sebagai tolak ukur kesuksesan negara. Di sisi lain, Indonesia memiliki target Indonesia Emas di 2045 mendatang.
Karena itu pemikiran para calon presiden akan berpengaruh besar pada kesuksesan mimpi tersebut. "Iptekin harus dikedepankan sehingga kebijakan negara itu sebagai keputusan politik itu betul-betul membooming (terangkat), nah itu yang kami harapkan nanti apa sebetulnya visi ke depan atau mungkin misi nantinya," kata Siti.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) Syahrir Ika menyatakan pada President Candidate's Lecture para bakal capres itu bakal mengupas terkait daya tahan ekonomi Indonesia.
Tiga bakal calon presiden, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo akan berbicara mengenai pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi (Iptekin) yang salah satu topik bahasannya akan dikerucutkan pada sektor ekonomi.
Bukan tanpa alasan pihak PPI mengangkat isu tersebut. Pasalnya, kata Syahrir, ekonomi merupakan ukuran yang dipakai untuk penentuan majunya sebuah negara. "PDB (Produk Domestik Bruto) kita berapa? kekayaan bangsa ini relatif tehadap bangsa lain itu bagaimana? Kan PDB ini mau kita naikkan sekarang, kita nomor 12 dunia," ungkap Syahrir.
"Nah, kita mau pindah jadi nomor empat atau lima dunia, berarti loncat sekian kali hampir dua kali lebih," lanjutnya. Akan tetapi, menurut dia, loncatan yang cukup jauh itu memerlukan strategi jitu dari seorang pemimpin negara.
Oleh karenanya, dalam gelaran President Candidate Lecture's itu, pihaknya akan mengupas strategi-strategi apa saja yang dimiliki calon presiden terkait pembangunan bangsa. "Coba bayangkan saja sekarang kan sekitar Rp 16 ribu triliun misalnya kami punya PDB, Nah kalau kami naikin 5 kali lagi misalnya, berarti kan itu 5 x 16 (ribu triliun) terus kita mau ke nomor 4 dunia, kan itu besar banget," kata Syahrir.
"Tapi bagi kami para periset ini bukan besar (nilainya) aset seluruh bangsa ini, bukan. Tetapi lebih pada penting asetnya terbagi, seluruh rakyat menikmati, itu yang disebut dengan PDB per-kapita," imbuhnya. Sehingga menurut Syahrir, tanpa strategi yang bagus, misi menjadikan Indonesia maju melalui sektor ekonomi hanyalah isapan jempol belaka.
"Perlu pemimpin yang strong (kuat), tetapi strong terhadap visinya yang bisa mengatasi ini. Bukan strong leadership (kepemimpinan) bagaimana melihat orang, tetapi memanajeri pikirannya untuk membawa negeri ini menjadi negeri yang maju, berdaya saing dan berkeadilan," ungkap Syahrir.