Perhimpunan Periset Indonesia atau PPI menyebut dua capres, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo punya perhatian besar terhadap periset.
Hal ini diungkap dalam acara bertajuk ‘President Candidate's Lecture: Iptekin untuk Ketahanan Ekonomi dan Demokrasi Indonesia’.
Acara dihadiri langsung oleh Anies dan Ganjar.
Anies dan Ganjar memaparkan materi. Kemudian dipertajam dengan sesi tanya jawab dengan tiga panelis yakni Prof Syahrir, Prof Siti Zuhro dan Prof Bambang Subianto.
"Mereka (Anies dan Ganjar) ingin supaya periset atau entitas periset itu harus menjadi sentral daripada pembangunan. Jadi ketika mau ambil kebijakan, itu (periset) menjadi sentral," kata Syahrir.
“Kalau memanfaatkan potensi para periset ini untuk mengembangkan Iptekin maka strateginya itu adalah penugasan, berarti ada vision yang diturunkan dan budget (anggaran) mengikuti," sambungnya.
Syahrir meyakini, kebijakan anggaran untuk bidang Iptekin akan berubah jika mereka peduli dunia riset. Kata dia, Anies dan Ganjar juga memiliki rasa empati kepada para nasib periset.
"Mereka punya keyakinan kami (periset) berada di samping pemerintah, jadi mereka optimistis bangsa ini bisa maju didampingi para periset," ucapnya.
Dalam paparannya, Anies dan Ganjar sama-sama yakin nasib Bangsa Indonesia akan jauh lebih baik jika para periset dioptimalkan.
Selain itu, mereka berjanji melanjutkan berbagai program baik yang sudah dijalankan.
Misalnya keberanian melawan ancaman terhadap penjegalan ekspor nikel yang menjadi kekayaan Indonesia.
Anies dan Ganjar, lanjut Syahrir, juga juga memiliki kebaruan terhadap kebijakan yang akan dibuat nantinya. Syahrir menganggap, kebaruan yang mereka tawarkan memiliki keunikan masing-masing.
"Nanti akan mereka tawarkan kepada publik saat pemilu, lalu publik dipersilakan untuk menilai dan memberi supporting (dukungan) siapa yang mereka percaya untuk memimpin negeri ini,” kata Prof Syahrir.
“Intinya mereka memiliki kesiapan sebagai capres dan itu di berbagai bidang, tapi saya lihat mereka punya fokus-fokus, ada yang sama dan ada berbeda sedikit tapi separuh sama, seperti pada tahun 2045 (Indonesia Emas) menjadi target," ujar Prof Syahrir.
Terkait Prabowo yang tak hadir ke acara PCL, PPI berjanji akan menyampaikan naskah akademik kepada Prabowo.
Naskah akademik itu merupakan buah pemikiran PPI yang seusai acara diberikan kepada bakal calon presiden. Anies dan Ganjar sudah menerimanya.
"Memang kami mengundang tiga bakal calon presiden, satu berhalangan hadir. Tetapi bukan berarti kami tidak akan bertemu, kami akan berupaya untuk ketemu supaya naskah akademik masuk (diterima) ke beliau (Prabowo)," tegas Prof Syahrir.
Menurutnya, naskah akademik itu harus diterima Prabowo sebagai bukti bahwa organisasi yang dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2021 ini tidak berpihak kepada bacapres tertentu.
Prof Syahrir berharap, naskah akademik dapat dipelajari masing-masing Bacapres karena itu merupakan hasil penelitian dari para periset.
Naskah akademik tersebut diharapkan bisa menjadi panduan atas solusi yang ada, ketika salah satu dari mereka menjadi pemimpin di Indonesia.
"Kami akan atur bagaimana baiknya pertemuan itu, karena kalau tidak kami sampaikan justru itu kurang bagus buat PPI.
Dalam acara tersebut, Anies menyebut mesti ada kemauan politik dari pemerintah dengan komitmen fiskal atau meningkatkan alokasi anggaran supaya inovasi dan pilihan riset disesuaikan dengan kebutuhan organisasi penelitian.
Hal itu disampaikan Anies menjawab pertanyaan satu dari tiga panelis PCL, Prof Bambang terkait strategi bila kelak terpilih sebagai presiden.
Janji Anies
Bambang menyebut tantangan yang ada adalah mengajak pihak swasta untuk terlibat dalam riset dan mengggunakan hasil riset tersebut.
Selain itu, Anies berjanji akan mempermudah regulasi untuk para peneliti di Indonesia karena selama ini pengurusan administrasinya dinilai tidak praktis.
Sebab, dari awal pengurusan izin untuk melakukan penelitian itu sudah dipersulit hingga berbulan-bulan.
"Untung keinginannya masih ada, jadi menurut saya negeri ini sudah
Sementara Ganjar, menyebut jika dirinya menjadi Presiden RI ke-8, bakal memberikan insentif kepada periset dan pihak swasta.
"Kalau negara ini fokus maka meski ada penegasan yang harus kami lakukan, pemerintah memberikan penugasan riset ditingkatkan, swasta dilibatkan. Kenapa swasta juga tertarik coba kasih isentif kepada mereka, isentif kepada perusahaan, insentif kepada periset," ucap Ganjar.
Fokus Ganjar
Politisi PDIP berusia 54 tahun itu mengatakan, apabila isentif diberikan maka beberapa fokus hal seperti pangan, digital berbasis kecerdasan buatan dan transisi energi terbarukan dapat diselesaikan.
"Kalau itu diberikan maka yang ada dalam pikiran saya beberapa fokus isu penting itu akan bisa diselesaikan oleh satu titik dan dalam hal tertentu itu mesti betul-betul ada yang mengawasi. Kalau perlu jadi pandangan nasional dan laporannya langsung ke presiden kalau di situ makanya tidak ada yang mengganggu pasti," imbuh Ganjar.
Ganjar pun menyoroti rendahnya jumlah dana riset di Indonesia, di mana hanya naik 0,3 persen atau sebanyak 79.638 orang.
Sedangkan, Thailand personelnya sebanyak 189.940 orang dan dana risetnya naik 1,1 persen. Kemudian, Korea Selatan sebanyak 545,424 personel dan dana risetnya naik 4,81 persen.
"Kalau kami melihat Indonesia Thailand dan Korsel ternyata butuh digenjot (Indonesia), maka dari itu rasanya hari ini waktunya saya mendengarkan dari periset apa yang mesti kami lakukan lompatan dan membereskan persoalan dengan demografis yang kami miliki," kata Ganjar menjelaskan.