Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) mengungkapkan pemerintah daerah harus membangun desa cerdas dan desa inovatif agar dapat berjalan seiring dengan tren pengembangan kota cerdas (smart city) di Indonesia.
Ketua Umum PPI Syahrir Ika mengatakan bahwa pemerintah dapat membangun Indonesia dari desa dengan mengembangkan program desa cerdas (smart village). Program desa cerdas harus berjalan seiring dengan tren pembangunan smart city di Indonesia.
“Jika hanya dikembangkan kota cerdas maka berpeluang terjadinya ketimpangan sosial yang semakin lebar,” ujar Syahrir di Jakarta, Kamis.
Data terakhir menunjukkan Indonesia memiliki 83.000 desa dengan jumlah desa mandiri sebanyak 2.000 desa.
“Dari angka tersebut, baru 2,4 persen desa yang mandiri. Ini program yang berat untuk pemerintah di bawah kabinet baru. Jika separuh saja dari total desa di Indonesia tergolong mandiri, maka Indonesia pasti sudah sangat maju,” kata Syahrir.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pakar PPI Siti Zuhro mengatakan selama ini desa memang identik dengan kesan inferior seperti tertinggal, kumuh, tradisional, dan terpencil. Padahal, dari sudut pandang subjek pembangunan, desa adalah aset yang luar biasa untuk membangun desa.
“Desa adalah ujung tombak untuk melakukan pembangunan di tanah air,” kata Siti Zuhro.
Pemerintah Indonesia sebetulnya telah menyadari desa sebagai ujung tombak pembangunan dengan dikucurkannya Dana Desa sejak 2015 hingga sekarang.
“Jumlah Dana Desa dari tahun ke tahun terus meningkat sebagai bukti kepedulian negara, tetapi konsepnya harus terus dimatangkan menjadi multidimensi sehingga terjadi perbaikan terus menerus,” ujar Siti Zuhro.
Desa cerdas akan melahirkan banyak inovasi-inovasi sehingga desa cerdas dapat berkembang menjadi desa inovasi. Saat ini inovasi pelayanan yang paling sering menonjol baru desa pariwisata. Padahal, desa membutuhkan banyak inovasi.
“Secara prinsip terdapat lima pilar yang menjadi penopang desa inovatif agar masyarakat desa maju,” kata Siti Zuhro.
Desa inovatif adalah desa yang mengembangkan pembangunan secara partisipatif (Prakarsa semua stakeholder), inovatif, transparan dan akuntabel berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi (iptekin) serta kearifan lokal. Rekayasa iptekin berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sehingga pembangunan memiliki nilai tambah.
Desa inovatif memiliki lima pilar yaitu innovative governance, innovative society, innovative heritage, innovative economy, dan innovative environment.
Kelima pilar tersebut lahir dari smart governance, smart society, smart heritage, smart economy, dan smart environment. Kunci menegakkan pilar-pilar tersebut adalah smart people dan smart governance yang menyadari potensi kekuatan desa.
Pada praktiknya, kata Siti Zuhro, upaya mewujudkan desa inovatif membutuhkan kekuatan pimpinan daerah seperti gubernur, bupati, dan walikota untuk mewujudkannya.
“Tanpa peran serta pucuk pimpinan daerah, maka upaya membangun desa inovatif sangat berat karena persoalan di desa lintas sektoral yang diurus banyak dinas. Di sisi lain ego sektoral di Indonesia sangat tinggi sehingga sulit berjalan,” ujarnya.
Sedangkan Ketua Dewan Pakar PPI Bambang Subiyanto menyampaikan bahwa ide desa inovasi layak ditangkap oleh para calon pemimpin daerah yang dalam waktu dekat akan saling berkompetisi.
“Pemerintah ke depan di bawah presiden terpilih memiliki delapan cita-cita besar yang dikenal dengan Asta Cita. Poin keenam dari Asta Cita adalah membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan. Desa inovasi adalah perwujudan dari cita-cita tersebut yang layak didukung semuan pemimpin daerah terpilih kelak,” ujar Bambang.
Sumber :